Sabtu, 01 Maret 2014

Contoh Makalah Tentang " Pancasila dan Generasi Muda "

Diposting oleh Icha Annisa Camila di 21.36


PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Pendidikan pancasila yang saat ini sangat dibutuhkan untuk membangun kembali rasa cinta tanah air atau kepedulian terhadap tanah air dikalangan remaja baru-baru ini semakin menurun. Pancasila yang dilandasi nilai ketuhanan,kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan tidak menjadi acuan para remaja saat ini. Berkembangnya globalisasi dan kurang selektif dalam mengikuti gaya (trend) budaya barat yang mengindikasikan bahwa remaja saat ini lebih mementingkan pergaulan yang ada di budaya barat daripada mempelajari pendidikan pancasila. Jika hal seperti ini terus berlanjut dapat  mengakibatkan kurangya perhatian remaja pada perkembangan negaranya. Pendidikan pancasila yang seharusnya dapat menjadi modal remaja untuk mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi terhadap negaranya justru terkadang tidak di kedepankan. Banyak remaja saat ini ketika menyanyikan lagu kebangsaan tidak hafal, hal kecil semacam ini jika dibiarkan berlarut-larut dapat mempengaruhi rasa nasionalisme seseorang yang nantinya akan berkembang menjadi tidak baik dalam mencintai negaranya. Kondisi-kondisi seperti ini yang seharusnya cepat diberi pengarahan agar  tidak menjadi sebuah pengertian yang keliru dikalangan remaja sa
at ini.
Pancasila yang seharusnya menjadi satu-satunya ideologi didunia yang memberikan suatu pelajaran dasar untuk berkewajiban mempercayai adanya Tuhan, Menghargai atau mencintai terhadap sesama, bersatu dalam memperjuangkan semua haknya, mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain, dan adil dalam segala hal. Sikap-sikap dasar seperti ini yang seharusnya dimiliki oleh remaja Indonesia. Pancasila tidak dipengaruhi imperialisme dan komunisme. Pancasila terlahir atas dasar persamaan semua hak hidup seseorang yang ada dimanapun. Jika pancasila dalam penerapanya baik dapat menjadi contoh ideologi bagi negara-negara lain, namun penerapan remaja saat ini tidak sebaik dengan nilai yang terkandung dalam pancasila. Semangat remaja saat ini tidak dapat menunjukan adanya nilai dan norma yang terkandung didalam pancasila, semangat  yang terus-menerus memudar karena kurang adanya pemberian pengertian tentang pancasila yang harus dilakukan dan ditaati oleh para remaja saat ini.
Banyak remaja yang telah melupakan makna dari perjuangan, bela negara, bahkan kemerdekaan sekalipun. Semakin lama hal ini dapat berpengaruh buruk pada generasi-generasi selanjutnya. Remaja tidak mempedulikan segala perkembangan yang terjadi di negaranya. Untuk menghindari hal ini seharusnya mulai saat ini harus dilakukan langkang-langkah nyata yang harus diwujudkan dan didasari oleh nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
B.  Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas “Pendidikan Pancasila” serta diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah informasi mengenai pengamalan Pancasila dalam Era Globalisasi ini, terutama bagi generasi muda yang nantinya akan menjadi Kader  Bangsa yang diharapkan mempunyai sikap nasionalisme dan patriotisme yang tinggi.

PEMBAHASAN

A.  Sejarah Lahirnya Pancasila
Lahirnya Pancasila adalah judul pidato yang disampaikan oleh Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: "Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan") pada tanggal 1 Juni1945. Dalam pidato inilah konsep dan rumusan awal "Pancasila" pertama kali dikemukakan oleh Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Pidato ini pada awalnya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa judul dan baru mendapat sebutan "Lahirnya Pancasila" oleh mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPK tersebut.
Menjelang kekalahan Tentara Kekaisaran Jepang di akhir Perang Pasifik, tentara pendudukan Jepang di Indonesia berusaha menarik dukungan rakyat Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: "Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan" atau BPUPK, yang kemudian menjadi BPUPKI, dengan tambahan "Indonesia").
Badan ini mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei (yang nantinya selesai tanggal 1 Juni1945).Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Rapat pertama ini diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (bahasa Indonesia: "Perwakilan Rakyat").
Setelah beberapa hari tidak mendapat titik terang, pada tanggal 1 Juni1945, Bung Karno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia merdeka, yang dinamakannya "Pancasila". Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Junbi Cosakai.
Selanjutnya Dokuritsu Junbi Cosakai membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno tersebut. Dibentuklah Panitia Sembilan (terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin) yang ditugaskan untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen tersebut sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Setelah melalui proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya rumusan Pancasila hasil penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus1945 oleh BPUPKI.
Dalam kata pengantar atas dibukukannya pidato tersebut, yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1947, mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat menyebut pidato Ir. Soekarno itu berisi “Lahirnya Pancasila”.
”Bila kita pelajari dan selidiki sungguh-sungguh “Lahirnya Pancasila” ini, akan ternyata bahwa ini adalah suatu Demokratisch Beginsel, suatu Beginsel yang menjadi dasar Negara kita, yang menjadi Rechtsideologie Negara kita; suatu Beginsel yang telah meresap dan berurat-berakar dalam jiwa Bung Karno, dan yang telah keluar dari jiwanya secara spontan, meskipun sidang ada dibawah penilikan yang keras dari Pemerintah Balatentara Jepang. Memang jiwa yang berhasrat merdeka, tak mungkin dikekang-kekang!Selama Fascisme Jepang berkuasa dinegeri kita, Demokratisch Idee tersebut tak pernah dilepaskan oleh Bung Karno, selalu dipegangnya teguh-teguh dan senantiasa dicarikannya jalan untuk mewujudkannya. Mudah-mudahan ”Lahirnya Pancasila” ini dapat dijadikan pedoman oleh nusa dan bangsa kita seluruhnya dalam usaha memperjuangkan dan menyempurnakan KemerdekaanNegara.”

B.  Definisi Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pengertian Pancasila Sebagai Dasar Negara |Pancasila sebagai dasar negara sering disebut dasar falsafah negara (dasar filsafat negara/philosophische grondslag) dari negara, ideologi negara (staatsidee).Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara. Dengan kata lain, Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. 

Pengertian Pancasila sebagai dasar negara seperti dimaksud tersebut sesuai dengan bunyi Pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang secara jelas menyatakan. "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."

Norma hukum pokok dan disebut pokok kaidah fundamental daripada negara itu dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah bagi negara yang dibentuk. Dengan perkataan lain, dengan jalan hukum tidak dapat diubah. Fungsi dan kedudukan Pancasila sebagai pokok kaidah yang fundamental.Hal ini penting sekali karena UUD harus bersumber dan berada di bawah pokok kaidah negara yang fundamental itu.

Sebagai dasar negara Pancasila dipergunakan untuk mengatur seluruh tatanan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI) harus berdasarkan Pancasila.Hal ini berarti juga bahwa semua peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia harus bersumberkan kepada Pancasila. 

Pancasila sebagai dasar negara, artinya Pancasila dijadikan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara.Pancasila menurut Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 merupakan "sumber hukum dasar nasional".

Dalam kedudukannya sebagai dasar negara maka Pancasila berfungsi sebagai 
  1. sumber dari segala sumber hokum (sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia;
  2. suasana kebatinan (geistlichenhinterground) dari UUD;
  3. cita-cita hukum bagi hukum dasar negara;
  4. norma-norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur;
  5. sumber semangat bagi UUD 1945, penyelenggara negara, pelaksana pemerintahan. MPR dengan Ketetapan No. XVIIV MPR/1998 telah mengembalikan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara RI.

C.  GENERASI MUDA DAN PANCASILA
Pemahaman tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 di kalangan generasi muda, dinilai sudah kurang. Banyak anak muda yang tidak memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.
Seperti apa Pancasila dipahami kalangan muda? Tentu sulit menjawabnya, atau setidaknya butuh semacam survei untuk menjelaskannya.Tapi, berinteraksi dengan puluhan anak SMA di Garut dan Bandung untuk membincangkan Pancasila beberapa waktu lalu, setidaknya sedikit menggambarkan bagaimana mereka memandang dasar negara kita ini.Melalui Pusaka Indonesia (Pusat Kajian kebangsaan Indonesia), mereka terlibat dalam lomba pidato dan karya tulis seputar Pancasila.
Ada beberapa catatan menarik dari kegiatan di Garut dan Bandung tersebut.Pertama, ternyata mereka cukup antusias untuk diajak berbicara seputar Pancasila. Di Kota Bandung, siswa SMA yang mendaftar sebagai peserta lomba bahkan melebihi target semula. Mereka ini bisa kita sebut sebagai generasi yang tak mengalami masa indoktrinasi ideologi ala Orde Baru.Mereka tak mengalami keharusan untuk mengikuti penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila) saat masuk sekolah atau kuliah.Mereka juga tak berhadapan dengan ‘sakralisasi’ Pancasila dalam segala bidang.Anak-anak muda ini mengenal Pancasila semata dari para guru melalui pelajaran Pendidikan Kewaarganegaraan (PKN) di sekolah, berbeda dengan generasi sebelumnya yang mendapatkan Pendidikan Moral Pancasila (PMP).
Jadi, mereka membincangkan Pancasila bukan karena tekanan, tetapi lebih karena kesadaran. Menariknya lagi, dalam materi pidato dan karya tulis mereka, sebagian besar menyiratkan kerindauan akan Pancasila, terlebih ketika dihadapkan pada berbagai persoalan kebangsaan saat ini. Munculnya persoalan-persoalan seperti kekerasan, terorisme, korupsi, ketidakadilan hukum, kemiskinan, salah satu penyebabnya – menurut mereka – adalah karena jauhnya kita dari nilai-nilai Pancasila.Mareka antusias pada Pancasila, karena mereka rindu pada nilai-nilai kebangsaan yang bisa menjadi jiwa pengikat kita sebagai sebuah bangsa. Pengikat ideologis inilah yang akan menjadi kekuatan kita untuk berhadapan dengan tantangan-tantangan kontemporer.
Kedua, ketika merindukan dan membanggakan Pancasila, mereka juga menyimpan kegalauan.Mereka yakin Pancasila itu final. Tetapi seperti apa nilai-nilai Pancasila itu dalam kehidupan nyata, sungguh sulit didapatkan. Mereka mengaku sulit mendapatkan contoh dari generasi tua tentang bagaimana Pancasila diamalkan.“Kita muak dengan perilaku elit pemimpin kita.Mereka hanya sibuk berebut kekuasaan dan melupakan rakyat yang mayoritas masih hidup dalam keprihatinan,” ujar salah seorang siswa dari Kota Bandung dalam diskusi Pancasila setelah perlombaan berlangsung. Anak-anak SMA ini memahami secara normatif betapa indahnya Pancasila, tetapi sulit menemukan keindahan itu secara praktis. Ada krisis keteladanan dalam pengamalan Pancasila.
Ketiga, kegalauan anak-anak SMA ini bisa kita sebut sebagai kegalauan generasi muda pasca reformasi. Ada dua faktor penting yang menjadi awal perubahan di era ini, yakni dinamika politik lokal dan juga perkembangan teknologi global.Reformasi menandai demokratisasi di negeri ini. Keterlibatan masyarakat dalam proses politik makin menemukan bentuknya, yang ditandai dengan desentralisasi, otonomi, juga partisipasi langsung dalam pilkada, pileg dan juga pilpres. Sayangnya, demokrasi yang berkembang lebih bercorak liberal dibanding bertipikal Demokrasi Pancasila. Nilai-nila keluhuran Bangsa Timur makin kabur atas nama kesetaraan. Di satu sisi kita senang, karena ada kebebasan. Tetapi di sisi lain juga gelisah, karena yang terjadi kemudian adalah anomali. Demokrasi justru melahirkan paradoks-paradoks.“Harus kita akui, tren demokratisasi lebih mengarah pada liberalisme. Nilai-nilai Pancasila makin terancam,” tandas Adiyana Slamet, seorang pengajar Pancasila sebuah PTS di Bandung dalam diskusi yang sama. Sementara perkembangan teknologi global, yakni semakin dominannya pengaruh internet, membuat globalisasi kian nyata.Dunia makin tak berbatas (borderless), sehingga pertemuan berbagai budaya tak terelakkan.Di sinilah, Pancasila mendapat tantangannya.Apakah Pancasila makin terancam dengan serbuan budaya global itu?Atau justru Pancasila merupakan modal yang tepat bagi bangsa ini untuk berdialog dengan budaya global dengan penuh kebanggaan?
Untuk menjawab pertanyaan ini, tampaknya lebih valid jika kita mintakan pendapat para aktifis di dunia maya (netizen).Kebetulan, bersamaan dengan lomba pidato dan karya tulis itu, Pusaka Indonesia juga menggelar kompetisi blog dan Twitter seputar Pancasila. Setidaknya ada tiga kecenderungan peserta lomba blog dalam menerjemahkan tema ‘Pancasila dan globalisasi’, yakni mereka yang meyakini Pancasila sebagai solusi, mereka yang menekanakan globalisasi sebagai tantangan bagi Pancasila, dan mereka yang mencoba menafsirkan secara aktual dan kontekstual pasal-pasal dalam Pancasila. Menariknya, mayoritas peserta memiliki keyakinan bahwa Pancasila merupakan solusi persoalan-persoalan bangsa.Bahwa keterhubungan global pada akhirnya adalah realitas tak terelakkan dengan segala konsekuensinya. Nilai-nila lokal, mau tak mau, akan berhadapan dengan serbuan nilai global melalui berbagai jalan, terutama budaya populer. Pancasila, kemudian, akan menjadi modal kita yang berharga untuk menghadapi itu semua.
Ipul Gassing – pemenang pertama misalnya – bercerita tentang kunjungannya ke Afganistan, negeri dengan berbagai suku, meski tak sebanyak Indonesia.Orang-orang Afghanistan sulit rukun.Itulah mengapa, mereka kagum pada orang Indonesia, dengan jumlah suku yang jauh lebih banyak tetapi mampu hidup rukun dan damai.Pancasila menjadi modal pemersatu, terutama ketika kita berhadapan dengan globalisasi yang makin liar.
Kita layak memberikan apresiasi pada para aktivis media sosial ini, karena ternyata mereka juga sangat antusias untuk membincangkan Pancasila.Hingga batas akhir pengiriman karya blog, setidaknya terdaftar 174 peserta, belum termasuk mereka yang didiskualifikasi karena melebihi batas tenggat pengiriman. Sampai-sampai Amril Taufiq Gobel, salah seorang blogger senior Indonesia yang dipercaya sebagai salah seorang juri lomba blog Pusaka Indonesia, mengaku terkejut dengan membludaknya peserta.  Blogger yang aktif di salah satu komunitas blogger tertua di Indonesia itu menulis  dalam akun Twitternya, “Selama menjadi juri lomba blog, baru di lomba blog @Pusaka_ID ini saya menilai paling banyak peserta lomba. 174 blog! Keren!” Para pesertanya pun berasal dari berbagai propinsi di Indnesia.Beberapa di antaranya bahkan para WNI yang tinggal di mancanegara.
Sementara itu, lomba Twitter pun tak kalah meriah.Selama 7 hari pelaksanaan, ratusan tweet masuk, berkicau seputar Pancasila. Temanya pun beragam, mulai dari kebanggan atas Pancasila, keyakinan Pancasila sebagai solusi persoalan bangsa, hingga penafsiran bebas atas nilai-nilai Pancasila. Melalui tweet Pancasila ini, diharapkan terjadi pemintalan isu dalam social media.
Antusiasme para netizen ini bisa menjadi modal penting untuk menjadikan Pancasila sebagai penguat identitas bangsa, terutama dalam interaksi yang semakin mengabaikan nilai-nilai lokal.Media sosial adalah ruang interaksi kontemporer, sehingga masuk ke dalamnya merupakan pilihan yang tak terelakkan.Kita bisa menggunakan wilayah ini untuk sosialisasi atau penguatan nilai-nilai Pancasila.
Pancasila merupakan ideologi terbuka.Penafsiran atasnya bukan monopoli generasi muda. Karena, nilai-nilai Pancasila pada dasarnya ada dalam diri kita, berapapun usia kita. Seperti kata Roch Basuki dalam Kompas (4/4/2013), bahwa sebenarnya Pancasila ada dalam diri kita semua, rakyat Indonesia.Nilai-nilai luhur itu berada di alam bawah sadar kita.Persoalannya, seberapa mampu kita menggali dan membangkitannya dalam kehidupan nyata.
Di dalam pemberitaan Harian Republika, yaitu tentang Kontestasi Abang dan None (Abnon) Jakarta Barat yang ternyata banyak yang gugur di babak awal karena tidak hapal  Pancasila.
Berdasarkan laporan Harian Republika ternyata dari sebanyak  203 peserta, 50 persen lebih gagal untuk memasuki babak berikutnya disebabkan mereka tidak hapal Pancasila. Di dalam pemilihan Abnon Jakarta Barat dan juga di wilayah Jakarta lainnya, memang dipersyaratkan untuk hapal Pancasila dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Realitas empiris ini tentu sangat memprihatinkan sebab seharusnya para generasi muda kita adalah sosok manusia Indonesia yang ke depan akan menjadi pembela dan pelestari pancasila sebagai dasar dan filsafat bangsa Indonesia.
Hal ini tentu membuat kegalauan orang tua, sebab bagi masyarakat Indonesia, terutama generasi tua, maka hafal pancasila adalah bagian dari cara kita untuk menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Sementara itu, anak-anak muda yang sesungguhnya sudah memperoleh pendidikan yang terkait dengan Pancasila ternyata justru tidak hafap Pancasila. Barangkali mereka lebih hafal berita-berita gossip dan lagu-lagu yang ditayangkan di televise dari pada dasar Negara.
Memang harus diakui bahwa kesadaran untuk mengembalikan Pancasila sebagai wahana perbincangan baru terjadi di akhir tahun 2010.Sebelumnya, selama hamper 10 tahun gairah untuk membicarakan pancasila nyaris tidak ada. Jika ada orang yang membicarakan Pancasila, maka dianggap akan mengembalikan Orde Baru. Memang sungguh sial nasib Pancasila pasca reformasi.Sebagai akibat kelalaian Orde Baru di dalam melakukan tindakan KKN dan sebagainya, maka Pancasila pun ikut dimusuhi.
Barulah ketika banyak masalah tentang kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya dengan banyaknya ideology lain yang ditawarkan dan memperoleh penganut setia, maka orang kembali melirik Pancasila sebagai ideology bangsa.  Makanya sekarang ini sedang terjadi adanya keinginan besar untuk menjadi Pancsila sebagai living ideology.
Kita tidak perlu takut untuk dituduh akan mengembalikan Orde baru tentang pentingnya pelestarian pancasila dan pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara berbasis nilai-nilai Pancasila.  Akan tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana nilai Pancasila yang tidak bertentangan dengan agama tersebut dapat diimplementasikan secara benar dan sungguh-sungguh, sehingga apa yang dilakukan adalah apa yang terdapat di dalam nilai Pancasila.
Hanya dengan cara ini, maka Pancasila akan kembali dihargai sebagai ideology Negara dan bangsa yang memang memiliki relevansi dengan kehidupan riil di dalam masyarakat kita.


PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kesimpulannya adalah bahwa saat ini pancasila mulai terlupakan oleh generasi muda di tengah arus globalisasi. Seharusnya anak muda jaman sekarang  harus lebih mengerti apa makna pancasila. Mengapa????
Itu semua dikarnakan sejak  TK pun sudah di kenalkan apa itu pancasila, apalagi pelajaran KWN ada sampai jenjang perguruan negri. Percuma hafal pancasila di luar kepala kalau tidak mengerti maknanya dan masih saja melanggar aturan.
Seandainya anak muda jaman sekarang peduli, tahu arti dan makna pancasila sebagai dasar negara indonesia pasti indonesia akan menjadi negara yang tertib damai sejahtera aman sentosa, tidak akan ada tindakan kriminal ataupun melanggar aturan lalu lintas, tawuran dan demo anarkis. Kapan lagi anak muda jaman sekarang berubah menjadi yang lebih baik kalau tidak sekarang dan di mulai dari diri kita sendiri..

0 komentar:

Posting Komentar

Sabtu, 01 Maret 2014

Contoh Makalah Tentang " Pancasila dan Generasi Muda "



PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Pendidikan pancasila yang saat ini sangat dibutuhkan untuk membangun kembali rasa cinta tanah air atau kepedulian terhadap tanah air dikalangan remaja baru-baru ini semakin menurun. Pancasila yang dilandasi nilai ketuhanan,kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan tidak menjadi acuan para remaja saat ini. Berkembangnya globalisasi dan kurang selektif dalam mengikuti gaya (trend) budaya barat yang mengindikasikan bahwa remaja saat ini lebih mementingkan pergaulan yang ada di budaya barat daripada mempelajari pendidikan pancasila. Jika hal seperti ini terus berlanjut dapat  mengakibatkan kurangya perhatian remaja pada perkembangan negaranya. Pendidikan pancasila yang seharusnya dapat menjadi modal remaja untuk mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi terhadap negaranya justru terkadang tidak di kedepankan. Banyak remaja saat ini ketika menyanyikan lagu kebangsaan tidak hafal, hal kecil semacam ini jika dibiarkan berlarut-larut dapat mempengaruhi rasa nasionalisme seseorang yang nantinya akan berkembang menjadi tidak baik dalam mencintai negaranya. Kondisi-kondisi seperti ini yang seharusnya cepat diberi pengarahan agar  tidak menjadi sebuah pengertian yang keliru dikalangan remaja sa
at ini.
Pancasila yang seharusnya menjadi satu-satunya ideologi didunia yang memberikan suatu pelajaran dasar untuk berkewajiban mempercayai adanya Tuhan, Menghargai atau mencintai terhadap sesama, bersatu dalam memperjuangkan semua haknya, mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain, dan adil dalam segala hal. Sikap-sikap dasar seperti ini yang seharusnya dimiliki oleh remaja Indonesia. Pancasila tidak dipengaruhi imperialisme dan komunisme. Pancasila terlahir atas dasar persamaan semua hak hidup seseorang yang ada dimanapun. Jika pancasila dalam penerapanya baik dapat menjadi contoh ideologi bagi negara-negara lain, namun penerapan remaja saat ini tidak sebaik dengan nilai yang terkandung dalam pancasila. Semangat remaja saat ini tidak dapat menunjukan adanya nilai dan norma yang terkandung didalam pancasila, semangat  yang terus-menerus memudar karena kurang adanya pemberian pengertian tentang pancasila yang harus dilakukan dan ditaati oleh para remaja saat ini.
Banyak remaja yang telah melupakan makna dari perjuangan, bela negara, bahkan kemerdekaan sekalipun. Semakin lama hal ini dapat berpengaruh buruk pada generasi-generasi selanjutnya. Remaja tidak mempedulikan segala perkembangan yang terjadi di negaranya. Untuk menghindari hal ini seharusnya mulai saat ini harus dilakukan langkang-langkah nyata yang harus diwujudkan dan didasari oleh nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
B.  Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas “Pendidikan Pancasila” serta diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah informasi mengenai pengamalan Pancasila dalam Era Globalisasi ini, terutama bagi generasi muda yang nantinya akan menjadi Kader  Bangsa yang diharapkan mempunyai sikap nasionalisme dan patriotisme yang tinggi.

PEMBAHASAN

A.  Sejarah Lahirnya Pancasila
Lahirnya Pancasila adalah judul pidato yang disampaikan oleh Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: "Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan") pada tanggal 1 Juni1945. Dalam pidato inilah konsep dan rumusan awal "Pancasila" pertama kali dikemukakan oleh Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Pidato ini pada awalnya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa judul dan baru mendapat sebutan "Lahirnya Pancasila" oleh mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPK tersebut.
Menjelang kekalahan Tentara Kekaisaran Jepang di akhir Perang Pasifik, tentara pendudukan Jepang di Indonesia berusaha menarik dukungan rakyat Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: "Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan" atau BPUPK, yang kemudian menjadi BPUPKI, dengan tambahan "Indonesia").
Badan ini mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei (yang nantinya selesai tanggal 1 Juni1945).Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Rapat pertama ini diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (bahasa Indonesia: "Perwakilan Rakyat").
Setelah beberapa hari tidak mendapat titik terang, pada tanggal 1 Juni1945, Bung Karno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia merdeka, yang dinamakannya "Pancasila". Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Junbi Cosakai.
Selanjutnya Dokuritsu Junbi Cosakai membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno tersebut. Dibentuklah Panitia Sembilan (terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin) yang ditugaskan untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen tersebut sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Setelah melalui proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya rumusan Pancasila hasil penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus1945 oleh BPUPKI.
Dalam kata pengantar atas dibukukannya pidato tersebut, yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1947, mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat menyebut pidato Ir. Soekarno itu berisi “Lahirnya Pancasila”.
”Bila kita pelajari dan selidiki sungguh-sungguh “Lahirnya Pancasila” ini, akan ternyata bahwa ini adalah suatu Demokratisch Beginsel, suatu Beginsel yang menjadi dasar Negara kita, yang menjadi Rechtsideologie Negara kita; suatu Beginsel yang telah meresap dan berurat-berakar dalam jiwa Bung Karno, dan yang telah keluar dari jiwanya secara spontan, meskipun sidang ada dibawah penilikan yang keras dari Pemerintah Balatentara Jepang. Memang jiwa yang berhasrat merdeka, tak mungkin dikekang-kekang!Selama Fascisme Jepang berkuasa dinegeri kita, Demokratisch Idee tersebut tak pernah dilepaskan oleh Bung Karno, selalu dipegangnya teguh-teguh dan senantiasa dicarikannya jalan untuk mewujudkannya. Mudah-mudahan ”Lahirnya Pancasila” ini dapat dijadikan pedoman oleh nusa dan bangsa kita seluruhnya dalam usaha memperjuangkan dan menyempurnakan KemerdekaanNegara.”

B.  Definisi Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pengertian Pancasila Sebagai Dasar Negara |Pancasila sebagai dasar negara sering disebut dasar falsafah negara (dasar filsafat negara/philosophische grondslag) dari negara, ideologi negara (staatsidee).Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara. Dengan kata lain, Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. 

Pengertian Pancasila sebagai dasar negara seperti dimaksud tersebut sesuai dengan bunyi Pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang secara jelas menyatakan. "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."

Norma hukum pokok dan disebut pokok kaidah fundamental daripada negara itu dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah bagi negara yang dibentuk. Dengan perkataan lain, dengan jalan hukum tidak dapat diubah. Fungsi dan kedudukan Pancasila sebagai pokok kaidah yang fundamental.Hal ini penting sekali karena UUD harus bersumber dan berada di bawah pokok kaidah negara yang fundamental itu.

Sebagai dasar negara Pancasila dipergunakan untuk mengatur seluruh tatanan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI) harus berdasarkan Pancasila.Hal ini berarti juga bahwa semua peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia harus bersumberkan kepada Pancasila. 

Pancasila sebagai dasar negara, artinya Pancasila dijadikan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara.Pancasila menurut Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 merupakan "sumber hukum dasar nasional".

Dalam kedudukannya sebagai dasar negara maka Pancasila berfungsi sebagai 
  1. sumber dari segala sumber hokum (sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia;
  2. suasana kebatinan (geistlichenhinterground) dari UUD;
  3. cita-cita hukum bagi hukum dasar negara;
  4. norma-norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur;
  5. sumber semangat bagi UUD 1945, penyelenggara negara, pelaksana pemerintahan. MPR dengan Ketetapan No. XVIIV MPR/1998 telah mengembalikan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara RI.

C.  GENERASI MUDA DAN PANCASILA
Pemahaman tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 di kalangan generasi muda, dinilai sudah kurang. Banyak anak muda yang tidak memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.
Seperti apa Pancasila dipahami kalangan muda? Tentu sulit menjawabnya, atau setidaknya butuh semacam survei untuk menjelaskannya.Tapi, berinteraksi dengan puluhan anak SMA di Garut dan Bandung untuk membincangkan Pancasila beberapa waktu lalu, setidaknya sedikit menggambarkan bagaimana mereka memandang dasar negara kita ini.Melalui Pusaka Indonesia (Pusat Kajian kebangsaan Indonesia), mereka terlibat dalam lomba pidato dan karya tulis seputar Pancasila.
Ada beberapa catatan menarik dari kegiatan di Garut dan Bandung tersebut.Pertama, ternyata mereka cukup antusias untuk diajak berbicara seputar Pancasila. Di Kota Bandung, siswa SMA yang mendaftar sebagai peserta lomba bahkan melebihi target semula. Mereka ini bisa kita sebut sebagai generasi yang tak mengalami masa indoktrinasi ideologi ala Orde Baru.Mereka tak mengalami keharusan untuk mengikuti penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila) saat masuk sekolah atau kuliah.Mereka juga tak berhadapan dengan ‘sakralisasi’ Pancasila dalam segala bidang.Anak-anak muda ini mengenal Pancasila semata dari para guru melalui pelajaran Pendidikan Kewaarganegaraan (PKN) di sekolah, berbeda dengan generasi sebelumnya yang mendapatkan Pendidikan Moral Pancasila (PMP).
Jadi, mereka membincangkan Pancasila bukan karena tekanan, tetapi lebih karena kesadaran. Menariknya lagi, dalam materi pidato dan karya tulis mereka, sebagian besar menyiratkan kerindauan akan Pancasila, terlebih ketika dihadapkan pada berbagai persoalan kebangsaan saat ini. Munculnya persoalan-persoalan seperti kekerasan, terorisme, korupsi, ketidakadilan hukum, kemiskinan, salah satu penyebabnya – menurut mereka – adalah karena jauhnya kita dari nilai-nilai Pancasila.Mareka antusias pada Pancasila, karena mereka rindu pada nilai-nilai kebangsaan yang bisa menjadi jiwa pengikat kita sebagai sebuah bangsa. Pengikat ideologis inilah yang akan menjadi kekuatan kita untuk berhadapan dengan tantangan-tantangan kontemporer.
Kedua, ketika merindukan dan membanggakan Pancasila, mereka juga menyimpan kegalauan.Mereka yakin Pancasila itu final. Tetapi seperti apa nilai-nilai Pancasila itu dalam kehidupan nyata, sungguh sulit didapatkan. Mereka mengaku sulit mendapatkan contoh dari generasi tua tentang bagaimana Pancasila diamalkan.“Kita muak dengan perilaku elit pemimpin kita.Mereka hanya sibuk berebut kekuasaan dan melupakan rakyat yang mayoritas masih hidup dalam keprihatinan,” ujar salah seorang siswa dari Kota Bandung dalam diskusi Pancasila setelah perlombaan berlangsung. Anak-anak SMA ini memahami secara normatif betapa indahnya Pancasila, tetapi sulit menemukan keindahan itu secara praktis. Ada krisis keteladanan dalam pengamalan Pancasila.
Ketiga, kegalauan anak-anak SMA ini bisa kita sebut sebagai kegalauan generasi muda pasca reformasi. Ada dua faktor penting yang menjadi awal perubahan di era ini, yakni dinamika politik lokal dan juga perkembangan teknologi global.Reformasi menandai demokratisasi di negeri ini. Keterlibatan masyarakat dalam proses politik makin menemukan bentuknya, yang ditandai dengan desentralisasi, otonomi, juga partisipasi langsung dalam pilkada, pileg dan juga pilpres. Sayangnya, demokrasi yang berkembang lebih bercorak liberal dibanding bertipikal Demokrasi Pancasila. Nilai-nila keluhuran Bangsa Timur makin kabur atas nama kesetaraan. Di satu sisi kita senang, karena ada kebebasan. Tetapi di sisi lain juga gelisah, karena yang terjadi kemudian adalah anomali. Demokrasi justru melahirkan paradoks-paradoks.“Harus kita akui, tren demokratisasi lebih mengarah pada liberalisme. Nilai-nilai Pancasila makin terancam,” tandas Adiyana Slamet, seorang pengajar Pancasila sebuah PTS di Bandung dalam diskusi yang sama. Sementara perkembangan teknologi global, yakni semakin dominannya pengaruh internet, membuat globalisasi kian nyata.Dunia makin tak berbatas (borderless), sehingga pertemuan berbagai budaya tak terelakkan.Di sinilah, Pancasila mendapat tantangannya.Apakah Pancasila makin terancam dengan serbuan budaya global itu?Atau justru Pancasila merupakan modal yang tepat bagi bangsa ini untuk berdialog dengan budaya global dengan penuh kebanggaan?
Untuk menjawab pertanyaan ini, tampaknya lebih valid jika kita mintakan pendapat para aktifis di dunia maya (netizen).Kebetulan, bersamaan dengan lomba pidato dan karya tulis itu, Pusaka Indonesia juga menggelar kompetisi blog dan Twitter seputar Pancasila. Setidaknya ada tiga kecenderungan peserta lomba blog dalam menerjemahkan tema ‘Pancasila dan globalisasi’, yakni mereka yang meyakini Pancasila sebagai solusi, mereka yang menekanakan globalisasi sebagai tantangan bagi Pancasila, dan mereka yang mencoba menafsirkan secara aktual dan kontekstual pasal-pasal dalam Pancasila. Menariknya, mayoritas peserta memiliki keyakinan bahwa Pancasila merupakan solusi persoalan-persoalan bangsa.Bahwa keterhubungan global pada akhirnya adalah realitas tak terelakkan dengan segala konsekuensinya. Nilai-nila lokal, mau tak mau, akan berhadapan dengan serbuan nilai global melalui berbagai jalan, terutama budaya populer. Pancasila, kemudian, akan menjadi modal kita yang berharga untuk menghadapi itu semua.
Ipul Gassing – pemenang pertama misalnya – bercerita tentang kunjungannya ke Afganistan, negeri dengan berbagai suku, meski tak sebanyak Indonesia.Orang-orang Afghanistan sulit rukun.Itulah mengapa, mereka kagum pada orang Indonesia, dengan jumlah suku yang jauh lebih banyak tetapi mampu hidup rukun dan damai.Pancasila menjadi modal pemersatu, terutama ketika kita berhadapan dengan globalisasi yang makin liar.
Kita layak memberikan apresiasi pada para aktivis media sosial ini, karena ternyata mereka juga sangat antusias untuk membincangkan Pancasila.Hingga batas akhir pengiriman karya blog, setidaknya terdaftar 174 peserta, belum termasuk mereka yang didiskualifikasi karena melebihi batas tenggat pengiriman. Sampai-sampai Amril Taufiq Gobel, salah seorang blogger senior Indonesia yang dipercaya sebagai salah seorang juri lomba blog Pusaka Indonesia, mengaku terkejut dengan membludaknya peserta.  Blogger yang aktif di salah satu komunitas blogger tertua di Indonesia itu menulis  dalam akun Twitternya, “Selama menjadi juri lomba blog, baru di lomba blog @Pusaka_ID ini saya menilai paling banyak peserta lomba. 174 blog! Keren!” Para pesertanya pun berasal dari berbagai propinsi di Indnesia.Beberapa di antaranya bahkan para WNI yang tinggal di mancanegara.
Sementara itu, lomba Twitter pun tak kalah meriah.Selama 7 hari pelaksanaan, ratusan tweet masuk, berkicau seputar Pancasila. Temanya pun beragam, mulai dari kebanggan atas Pancasila, keyakinan Pancasila sebagai solusi persoalan bangsa, hingga penafsiran bebas atas nilai-nilai Pancasila. Melalui tweet Pancasila ini, diharapkan terjadi pemintalan isu dalam social media.
Antusiasme para netizen ini bisa menjadi modal penting untuk menjadikan Pancasila sebagai penguat identitas bangsa, terutama dalam interaksi yang semakin mengabaikan nilai-nilai lokal.Media sosial adalah ruang interaksi kontemporer, sehingga masuk ke dalamnya merupakan pilihan yang tak terelakkan.Kita bisa menggunakan wilayah ini untuk sosialisasi atau penguatan nilai-nilai Pancasila.
Pancasila merupakan ideologi terbuka.Penafsiran atasnya bukan monopoli generasi muda. Karena, nilai-nilai Pancasila pada dasarnya ada dalam diri kita, berapapun usia kita. Seperti kata Roch Basuki dalam Kompas (4/4/2013), bahwa sebenarnya Pancasila ada dalam diri kita semua, rakyat Indonesia.Nilai-nilai luhur itu berada di alam bawah sadar kita.Persoalannya, seberapa mampu kita menggali dan membangkitannya dalam kehidupan nyata.
Di dalam pemberitaan Harian Republika, yaitu tentang Kontestasi Abang dan None (Abnon) Jakarta Barat yang ternyata banyak yang gugur di babak awal karena tidak hapal  Pancasila.
Berdasarkan laporan Harian Republika ternyata dari sebanyak  203 peserta, 50 persen lebih gagal untuk memasuki babak berikutnya disebabkan mereka tidak hapal Pancasila. Di dalam pemilihan Abnon Jakarta Barat dan juga di wilayah Jakarta lainnya, memang dipersyaratkan untuk hapal Pancasila dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Realitas empiris ini tentu sangat memprihatinkan sebab seharusnya para generasi muda kita adalah sosok manusia Indonesia yang ke depan akan menjadi pembela dan pelestari pancasila sebagai dasar dan filsafat bangsa Indonesia.
Hal ini tentu membuat kegalauan orang tua, sebab bagi masyarakat Indonesia, terutama generasi tua, maka hafal pancasila adalah bagian dari cara kita untuk menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Sementara itu, anak-anak muda yang sesungguhnya sudah memperoleh pendidikan yang terkait dengan Pancasila ternyata justru tidak hafap Pancasila. Barangkali mereka lebih hafal berita-berita gossip dan lagu-lagu yang ditayangkan di televise dari pada dasar Negara.
Memang harus diakui bahwa kesadaran untuk mengembalikan Pancasila sebagai wahana perbincangan baru terjadi di akhir tahun 2010.Sebelumnya, selama hamper 10 tahun gairah untuk membicarakan pancasila nyaris tidak ada. Jika ada orang yang membicarakan Pancasila, maka dianggap akan mengembalikan Orde Baru. Memang sungguh sial nasib Pancasila pasca reformasi.Sebagai akibat kelalaian Orde Baru di dalam melakukan tindakan KKN dan sebagainya, maka Pancasila pun ikut dimusuhi.
Barulah ketika banyak masalah tentang kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya dengan banyaknya ideology lain yang ditawarkan dan memperoleh penganut setia, maka orang kembali melirik Pancasila sebagai ideology bangsa.  Makanya sekarang ini sedang terjadi adanya keinginan besar untuk menjadi Pancsila sebagai living ideology.
Kita tidak perlu takut untuk dituduh akan mengembalikan Orde baru tentang pentingnya pelestarian pancasila dan pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara berbasis nilai-nilai Pancasila.  Akan tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana nilai Pancasila yang tidak bertentangan dengan agama tersebut dapat diimplementasikan secara benar dan sungguh-sungguh, sehingga apa yang dilakukan adalah apa yang terdapat di dalam nilai Pancasila.
Hanya dengan cara ini, maka Pancasila akan kembali dihargai sebagai ideology Negara dan bangsa yang memang memiliki relevansi dengan kehidupan riil di dalam masyarakat kita.


PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kesimpulannya adalah bahwa saat ini pancasila mulai terlupakan oleh generasi muda di tengah arus globalisasi. Seharusnya anak muda jaman sekarang  harus lebih mengerti apa makna pancasila. Mengapa????
Itu semua dikarnakan sejak  TK pun sudah di kenalkan apa itu pancasila, apalagi pelajaran KWN ada sampai jenjang perguruan negri. Percuma hafal pancasila di luar kepala kalau tidak mengerti maknanya dan masih saja melanggar aturan.
Seandainya anak muda jaman sekarang peduli, tahu arti dan makna pancasila sebagai dasar negara indonesia pasti indonesia akan menjadi negara yang tertib damai sejahtera aman sentosa, tidak akan ada tindakan kriminal ataupun melanggar aturan lalu lintas, tawuran dan demo anarkis. Kapan lagi anak muda jaman sekarang berubah menjadi yang lebih baik kalau tidak sekarang dan di mulai dari diri kita sendiri..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

All About Life... Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review