Sekarang gue kelas 4sd,
usia gue betambah 1tahun, dan cinta gue juga bertambah 1. Hihihi.
Perasaan gue ke Rafael
lama-kelamaan mulai menghilang dengan sendirinya. Meskipun Rafael
sempat beberapa kali nembak gue, gak tau kenapa, beberapa kali itu
juga gue tolak dia. Mungkin karena ketakutan gue dengan yg namanya
“pacaran” dengan berat hati, gue menolak Rafael, cowok yg gue puja-puji dulu waktu kelas 3. Dan hubungan kami pun sekarang hanya sebatas teman biasa, bukan teman dekat lagi.
“pacaran” dengan berat hati, gue menolak Rafael, cowok yg gue puja-puji dulu waktu kelas 3. Dan hubungan kami pun sekarang hanya sebatas teman biasa, bukan teman dekat lagi.
Sekarang, ada seorang
cowok yg lagi deketin gue, namanya Muhammad Dicky Perdana. Dia salah
satu anggota “smash” juga, tapi bukan anggota inti (iya, dia anak
buahnya Rafael) gue mengenal dia sebagai cowok yg bisanya cuma
ngangguk-ngangguk doang kalo disuruh sama Rafael, dan cuma bisa
pasrah ketika harus dihukum sama Rafael dan teman-temannya.
Dengan gayanya yg agak
sedikit lembut (tapi gak kaya banci taman lawang loh yaa) dia mulai
akrab sama gue. Dan seiring berjalannya waktu, gue mulai suka saat
bercanda sama dia, saat belajar bareng dia, dan semuanya.
Meskipun penampilannya
sangat berbeda dengan Rafael, tapi kenyataannya sekarang adalah: gue
mulai suka sama Dicky, sama rambutnya yg berminyak dan disisir rapi,
sama giginya yg gingsul, sama bibirnya yg lebih tebal daripada
Rafael, sama kulitnya yg lebih putih dari Rafael, sama bandannya yg
lebih kurus dari Rafael, dan sama muka lugunya yg imut-imut itu.
Gue inget, dulu gue sama
Susi, temen gue, suka ngejekin Dicky dengan sebutan “bibir”
karena bibirnya yg tebal. Hahaha. Sampai sekarang gue juga masih suka
ngejekin dia kalo lagi becanda. Tapi itu dia hal yg bikin gue tambah
suka sama Dicky. Dan 1 hal lagi, dia itu gak pernah malu saat harus
melakukan sesuatu hal yg menurut gue bodoh, tapi romantis sih…
ceilaahhh…
“jangan nangis lagi
dong Shalla sayang… cupcupcup”
“hikssshiksshikss…
apaan sih lo Dik,”
Kemudian seisi kelas
bersorak-sorai karena ucapan Dicky tadi, gila aja gitu, anak kelas
4sd bisa ngomong kayak orang udah dewasa aja. Dan hanya karena
ucapannya yg mungkin dinilai bodoh oleh segelintir orang, Dicky bisa
bikin gue kembali tersenyum, dan melupakan semua kesedihan gue. (eaaa
so sweet banget dah)
Seperti halnya dengan
Rafael, hari-haripun gue jalani dengan penuh canda dan tawa dengan
Dicky, sampai pada akhirnya kejadian itu pun tiba…
Dicky meminta gue untuk
menjadi pacarnya, dan seperti halnya dengan apa yg gue lakukan
kepada Rafael, gue juga menolak Dicky. Padahal gue sangat amat
teramat ingin merasakan bagaimana pacaran itu, tapi karena gue
dilarang sama keluarga gue, apalagi ade gue juga 1 sekolah sama gue,
gue bertekad untuk tidak pacaran. Iya, gue patuh sama keluarga gue.
Suatu hari, gue merasa
sedikit lega telah menolak Dicky. Gue mendengar dari seseorang yg gue
lupa dia itu siapa, dia bilang kalo ternyata alasan Dicky mendekati
gue adalah karena diajak taruhan sama Rafael. Gue kaget mendengar hal
itu. Agak sedikit gak percaya sih, Karena selama gue sama Dicky, gue
merasa dia benar-benar tulus suka sama gue, bukan karena taruhan atau
apa. Tapi setelah mendengar hal tadi, gue mulai bimbang, dan seketika
itu juga gue mulai bertekad untuk mengubur dalam-dalam perasaan gue
sama Dicky. Dan menutup lembar kisah cinta kedua gue ini.
Sampai sekarang, setelah
6tahun, pertanyaan itu masih belum bisa gue jawab, masih belum bisa
gue menemukan jawabannya… “apakah ini cuma taruhan? Apakah
semuanya Cuma sandiwara? Apakah semua perkataan itu hanyalah sebuah
kebohongan semata? Apakah ketulusan yg gue rasakan slama hampir
1tahun ini hanya kepalsuan?”
Yah, Cuma Dicky yg tau
jawaban dari semua pertanyaan gue tadi. Dari semua rasa penasaran
gue.
“gue inget kejadian
waktu sd dulu Shal, gue kangen lo, apa kita bisa kayak dulu lagi?”
Itu adalah sepotong
kalimat yg tertulis di inbox message hp gue, setelah beberapa jam
kita sms-an. sepotong kalimat yg membuat gue mengingat cerita tentang
Dicky. Sepotong kalimat yg gue harapin dulu, tapi sekarang, kalimat
itu gak berarti lagi buat gue.
“kayaknya gak bisa
deh Dik, gue… gue udah punya pacar, dan… itu masa lalu, cinta
monyet, hahaha lupain aja deng!”
“gue bakal nunggu lo
sampe lo putus sama pacar lo”
Dan.. gak ada kata yg bisa
gue ketik lagi. Malam itu, gue buang jauh-jauh ingatan tentang Dicky.
0 komentar:
Posting Komentar