PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
pancasila yang saat ini sangat dibutuhkan untuk membangun kembali rasa cinta
tanah air atau kepedulian terhadap tanah air dikalangan remaja baru-baru ini
semakin menurun. Pancasila yang dilandasi nilai ketuhanan,kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan tidak menjadi acuan para remaja saat ini.
Berkembangnya globalisasi dan kurang selektif dalam mengikuti gaya (trend)
budaya barat yang mengindikasikan bahwa remaja saat ini lebih mementingkan
pergaulan yang ada di budaya barat daripada mempelajari pendidikan pancasila.
Jika hal seperti ini terus berlanjut dapat
mengakibatkan kurangya perhatian remaja pada perkembangan negaranya.
Pendidikan pancasila yang seharusnya dapat menjadi modal remaja untuk mempunyai
rasa nasionalisme yang tinggi terhadap negaranya justru terkadang tidak di
kedepankan. Banyak remaja saat ini ketika menyanyikan lagu kebangsaan tidak
hafal, hal kecil semacam ini jika dibiarkan berlarut-larut dapat mempengaruhi
rasa nasionalisme seseorang yang nantinya akan berkembang menjadi tidak baik
dalam mencintai negaranya. Kondisi-kondisi seperti ini yang seharusnya cepat
diberi pengarahan agar tidak menjadi
sebuah pengertian yang keliru dikalangan remaja sa
at ini.
at ini.
Pancasila yang
seharusnya menjadi satu-satunya ideologi didunia yang memberikan suatu
pelajaran dasar untuk berkewajiban mempercayai adanya Tuhan, Menghargai atau
mencintai terhadap sesama, bersatu dalam memperjuangkan semua haknya,
mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain, dan adil dalam segala hal.
Sikap-sikap dasar seperti ini yang seharusnya dimiliki oleh remaja Indonesia.
Pancasila tidak dipengaruhi imperialisme dan komunisme. Pancasila terlahir atas
dasar persamaan semua hak hidup seseorang yang ada dimanapun. Jika pancasila
dalam penerapanya baik dapat menjadi contoh ideologi bagi negara-negara lain,
namun penerapan remaja saat ini tidak sebaik dengan nilai yang terkandung dalam
pancasila. Semangat remaja saat ini tidak dapat menunjukan adanya nilai dan
norma yang terkandung didalam pancasila, semangat yang terus-menerus memudar karena kurang
adanya pemberian pengertian tentang pancasila yang harus dilakukan dan ditaati
oleh para remaja saat ini.
Banyak remaja
yang telah melupakan makna dari perjuangan, bela negara, bahkan kemerdekaan
sekalipun. Semakin lama hal ini dapat berpengaruh buruk pada generasi-generasi
selanjutnya. Remaja tidak mempedulikan segala perkembangan yang terjadi di
negaranya. Untuk menghindari hal ini seharusnya mulai saat ini harus dilakukan
langkang-langkah nyata yang harus diwujudkan dan didasari oleh nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila.
B. Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
“Pendidikan Pancasila” serta
diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah informasi mengenai
pengamalan Pancasila dalam Era Globalisasi ini, terutama bagi generasi muda
yang nantinya akan menjadi Kader Bangsa yang diharapkan mempunyai sikap
nasionalisme dan patriotisme yang tinggi.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Lahirnya Pancasila
Lahirnya Pancasila
adalah judul pidato yang disampaikan oleh Soekarno
dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia:
"Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan") pada tanggal 1
Juni1945. Dalam pidato inilah
konsep dan rumusan awal "Pancasila" pertama kali
dikemukakan oleh Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Pidato ini pada
awalnya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa judul dan baru
mendapat sebutan "Lahirnya Pancasila" oleh mantan Ketua BPUPK
Dr. Radjiman
Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian
dibukukan oleh BPUPK tersebut.
Menjelang kekalahan Tentara Kekaisaran Jepang di
akhir Perang
Pasifik, tentara pendudukan Jepang di Indonesia berusaha menarik dukungan rakyat
Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia:
"Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan" atau BPUPK, yang
kemudian menjadi BPUPKI,
dengan tambahan "Indonesia").
Badan ini mengadakan
sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei (yang nantinya selesai
tanggal 1 Juni1945).Rapat dibuka pada
tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan
tema dasar negara. Rapat pertama ini diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan
sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda,
gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (bahasa
Indonesia: "Perwakilan Rakyat").
Setelah beberapa hari
tidak mendapat titik terang, pada tanggal 1 Juni1945, Bung Karno mendapat
giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia merdeka,
yang dinamakannya "Pancasila". Pidato yang tidak
dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu
Junbi Cosakai.
Selanjutnya Dokuritsu
Junbi Cosakai membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang
Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno tersebut. Dibentuklah Panitia
Sembilan (terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar
Muzakir, Agus Salim, Achmad
Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin) yang ditugaskan untuk
merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang
diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen tersebut
sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Setelah melalui proses
persidangan dan lobi-lobi akhirnya rumusan Pancasila hasil penggalian Bung
Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah
Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara
Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus1945 oleh BPUPKI.
Dalam
kata pengantar atas dibukukannya pidato tersebut,
yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1947,
mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman
Wedyodiningrat menyebut pidato Ir. Soekarno itu berisi “Lahirnya Pancasila”.
”Bila kita pelajari dan selidiki sungguh-sungguh “Lahirnya
Pancasila” ini, akan ternyata bahwa ini adalah suatu Demokratisch Beginsel,
suatu Beginsel yang menjadi dasar Negara kita, yang menjadi Rechtsideologie
Negara kita; suatu Beginsel yang telah meresap dan berurat-berakar dalam jiwa
Bung Karno, dan yang telah keluar dari jiwanya secara spontan, meskipun sidang
ada dibawah penilikan yang keras dari Pemerintah Balatentara Jepang. Memang
jiwa yang berhasrat merdeka, tak mungkin dikekang-kekang!Selama Fascisme Jepang
berkuasa dinegeri kita, Demokratisch Idee tersebut tak pernah dilepaskan oleh
Bung Karno, selalu dipegangnya teguh-teguh dan senantiasa dicarikannya jalan
untuk mewujudkannya. Mudah-mudahan ”Lahirnya Pancasila” ini dapat
dijadikan pedoman oleh nusa dan bangsa kita seluruhnya dalam usaha
memperjuangkan dan menyempurnakan KemerdekaanNegara.”
B. Definisi
Pancasila
Pancasila adalah
ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca
berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4
Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang
berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan
Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni
diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pengertian
Pancasila Sebagai Dasar Negara |Pancasila sebagai dasar negara
sering disebut dasar falsafah negara (dasar filsafat negara/philosophische
grondslag) dari negara, ideologi negara (staatsidee).Dalam hal ini Pancasila
dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara. Dengan kata lain,
Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara seperti dimaksud tersebut sesuai dengan bunyi Pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang secara jelas menyatakan. "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Norma hukum pokok dan disebut pokok
kaidah fundamental daripada negara itu dalam hukum mempunyai hakikat dan
kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah bagi negara yang dibentuk. Dengan
perkataan lain, dengan jalan hukum tidak dapat diubah. Fungsi dan kedudukan
Pancasila sebagai pokok kaidah yang fundamental.Hal ini penting sekali
karena UUD harus bersumber dan berada di bawah pokok kaidah negara yang
fundamental itu.
Sebagai dasar
negara Pancasila dipergunakan untuk mengatur seluruh
tatanan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, artinya segala sesuatu yang
berhubungan dengan pelaksanaan sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan
RepublikIndonesia (NKRI) harus berdasarkan Pancasila.Hal ini berarti juga bahwa
semua peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia harus bersumberkan
kepada Pancasila.
Pancasila
sebagai dasar negara, artinya Pancasila dijadikan sebagai
dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara.Pancasila menurut Ketetapan
MPR No.III/MPR/2000 merupakan "sumber hukum dasar nasional".
Dalam kedudukannya sebagai dasar
negara maka Pancasila berfungsi sebagai
- sumber dari segala sumber hokum (sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia;
- suasana kebatinan (geistlichenhinterground) dari UUD;
- cita-cita hukum bagi hukum dasar negara;
- norma-norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur;
- sumber semangat bagi UUD 1945, penyelenggara negara, pelaksana pemerintahan. MPR dengan Ketetapan No. XVIIV MPR/1998 telah mengembalikan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara RI.
C. GENERASI MUDA DAN PANCASILA
Pemahaman tentang Pancasila dan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 di kalangan generasi muda, dinilai sudah kurang.
Banyak anak muda yang tidak memahami nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila dan UUD 1945.
Seperti
apa Pancasila dipahami kalangan muda? Tentu sulit menjawabnya, atau setidaknya
butuh semacam survei untuk menjelaskannya.Tapi, berinteraksi dengan puluhan
anak SMA di Garut dan Bandung untuk membincangkan Pancasila beberapa waktu
lalu, setidaknya sedikit menggambarkan bagaimana mereka memandang dasar negara
kita ini.Melalui Pusaka Indonesia (Pusat Kajian kebangsaan Indonesia), mereka
terlibat dalam lomba pidato dan karya tulis seputar Pancasila.
Ada
beberapa catatan menarik dari kegiatan di Garut dan Bandung tersebut.Pertama,
ternyata mereka cukup antusias untuk diajak berbicara seputar Pancasila. Di
Kota Bandung, siswa SMA yang mendaftar sebagai peserta lomba bahkan melebihi
target semula. Mereka ini bisa kita sebut sebagai generasi yang tak mengalami
masa indoktrinasi ideologi ala Orde Baru.Mereka tak mengalami keharusan untuk
mengikuti penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila) saat
masuk sekolah atau kuliah.Mereka juga tak berhadapan dengan ‘sakralisasi’
Pancasila dalam segala bidang.Anak-anak muda ini mengenal Pancasila semata dari
para guru melalui pelajaran Pendidikan Kewaarganegaraan (PKN) di sekolah,
berbeda dengan generasi sebelumnya yang mendapatkan Pendidikan Moral Pancasila
(PMP).
Jadi,
mereka membincangkan Pancasila bukan karena tekanan, tetapi lebih karena
kesadaran. Menariknya lagi, dalam materi pidato dan karya tulis mereka,
sebagian besar menyiratkan kerindauan akan Pancasila, terlebih ketika
dihadapkan pada berbagai persoalan kebangsaan saat ini. Munculnya
persoalan-persoalan seperti kekerasan, terorisme, korupsi, ketidakadilan hukum,
kemiskinan, salah satu penyebabnya – menurut mereka – adalah karena jauhnya
kita dari nilai-nilai Pancasila.Mareka antusias pada Pancasila, karena mereka
rindu pada nilai-nilai kebangsaan yang bisa menjadi jiwa pengikat kita sebagai
sebuah bangsa. Pengikat ideologis inilah yang akan menjadi kekuatan kita untuk
berhadapan dengan tantangan-tantangan kontemporer.
Kedua,
ketika merindukan dan membanggakan Pancasila, mereka juga menyimpan kegalauan.Mereka yakin
Pancasila itu final. Tetapi seperti apa nilai-nilai Pancasila itu dalam
kehidupan nyata, sungguh sulit didapatkan. Mereka mengaku sulit mendapatkan
contoh dari generasi tua tentang bagaimana Pancasila diamalkan.“Kita muak
dengan perilaku elit pemimpin kita.Mereka hanya sibuk berebut kekuasaan dan
melupakan rakyat yang mayoritas masih hidup dalam keprihatinan,” ujar salah
seorang siswa dari Kota Bandung dalam diskusi Pancasila setelah perlombaan
berlangsung. Anak-anak SMA ini memahami secara normatif betapa indahnya
Pancasila, tetapi sulit menemukan keindahan itu secara praktis. Ada krisis
keteladanan dalam pengamalan Pancasila.
Ketiga,
kegalauan anak-anak SMA ini bisa kita sebut sebagai kegalauan generasi muda
pasca reformasi. Ada dua faktor penting yang menjadi awal perubahan di era ini,
yakni dinamika politik lokal dan juga perkembangan teknologi global.Reformasi
menandai demokratisasi di negeri ini. Keterlibatan masyarakat dalam proses
politik makin menemukan bentuknya, yang ditandai dengan desentralisasi,
otonomi, juga partisipasi langsung dalam pilkada, pileg dan juga pilpres.
Sayangnya, demokrasi yang berkembang lebih bercorak liberal dibanding
bertipikal Demokrasi Pancasila. Nilai-nila keluhuran Bangsa Timur makin kabur
atas nama kesetaraan. Di satu sisi kita senang, karena ada kebebasan. Tetapi di
sisi lain juga gelisah, karena yang terjadi kemudian adalah anomali. Demokrasi
justru melahirkan paradoks-paradoks.“Harus kita akui, tren demokratisasi lebih
mengarah pada liberalisme. Nilai-nilai Pancasila makin terancam,” tandas
Adiyana Slamet, seorang pengajar Pancasila sebuah PTS di Bandung dalam diskusi
yang sama. Sementara perkembangan teknologi global, yakni semakin dominannya
pengaruh internet, membuat globalisasi kian nyata.Dunia makin tak berbatas (borderless),
sehingga pertemuan berbagai budaya tak terelakkan.Di sinilah, Pancasila
mendapat tantangannya.Apakah Pancasila makin terancam dengan serbuan budaya
global itu?Atau justru Pancasila merupakan modal yang tepat bagi bangsa ini
untuk berdialog dengan budaya global dengan penuh kebanggaan?
Untuk menjawab pertanyaan ini, tampaknya lebih valid jika
kita mintakan pendapat para aktifis di dunia maya (netizen).Kebetulan,
bersamaan dengan lomba pidato dan karya tulis itu, Pusaka Indonesia juga
menggelar kompetisi blog dan Twitter seputar Pancasila. Setidaknya
ada tiga kecenderungan peserta lomba blog dalam menerjemahkan tema ‘Pancasila
dan globalisasi’, yakni mereka yang meyakini Pancasila sebagai solusi, mereka
yang menekanakan globalisasi sebagai tantangan bagi Pancasila, dan mereka yang
mencoba menafsirkan secara aktual dan kontekstual pasal-pasal dalam Pancasila.
Menariknya, mayoritas peserta memiliki keyakinan bahwa Pancasila merupakan
solusi persoalan-persoalan bangsa.Bahwa keterhubungan global pada akhirnya
adalah realitas tak terelakkan dengan segala konsekuensinya. Nilai-nila lokal,
mau tak mau, akan berhadapan dengan serbuan nilai global melalui berbagai
jalan, terutama budaya populer. Pancasila, kemudian, akan menjadi modal kita
yang berharga untuk menghadapi itu semua.
Ipul Gassing – pemenang pertama misalnya – bercerita
tentang kunjungannya ke Afganistan, negeri dengan berbagai suku, meski tak
sebanyak Indonesia.Orang-orang Afghanistan sulit rukun.Itulah mengapa, mereka
kagum pada orang Indonesia, dengan jumlah suku yang jauh lebih banyak tetapi
mampu hidup rukun dan damai.Pancasila menjadi modal pemersatu, terutama ketika
kita berhadapan dengan globalisasi yang makin liar.
Kita layak memberikan apresiasi pada para aktivis media
sosial ini, karena ternyata mereka juga sangat antusias untuk membincangkan
Pancasila.Hingga batas akhir pengiriman karya blog, setidaknya terdaftar 174
peserta, belum termasuk mereka yang didiskualifikasi karena melebihi batas tenggat
pengiriman. Sampai-sampai Amril Taufiq Gobel, salah seorang blogger
senior Indonesia yang dipercaya sebagai salah seorang juri lomba blog Pusaka
Indonesia, mengaku terkejut dengan membludaknya peserta. Blogger yang
aktif di salah satu komunitas blogger tertua di Indonesia itu menulis
dalam akun Twitternya, “Selama menjadi juri lomba blog, baru di lomba
blog @Pusaka_ID ini saya menilai paling banyak peserta lomba. 174 blog! Keren!” Para
pesertanya pun berasal dari berbagai propinsi di
Indnesia.Beberapa di antaranya bahkan para WNI yang tinggal di mancanegara.
Sementara
itu, lomba Twitter pun tak kalah meriah.Selama 7 hari pelaksanaan, ratusan
tweet masuk, berkicau seputar Pancasila. Temanya pun beragam, mulai dari
kebanggan atas Pancasila, keyakinan Pancasila sebagai solusi persoalan bangsa,
hingga penafsiran bebas atas nilai-nilai Pancasila. Melalui tweet Pancasila
ini, diharapkan terjadi pemintalan isu dalam social media.
Antusiasme para netizen ini bisa menjadi modal penting
untuk menjadikan Pancasila sebagai penguat identitas bangsa, terutama dalam
interaksi yang semakin mengabaikan nilai-nilai lokal.Media sosial adalah ruang
interaksi kontemporer, sehingga masuk ke dalamnya merupakan pilihan yang tak
terelakkan.Kita bisa menggunakan wilayah ini untuk sosialisasi atau penguatan
nilai-nilai Pancasila.
Pancasila
merupakan ideologi terbuka.Penafsiran atasnya bukan monopoli generasi muda.
Karena, nilai-nilai Pancasila pada dasarnya ada dalam diri kita, berapapun usia
kita. Seperti kata Roch Basuki dalam Kompas (4/4/2013), bahwa sebenarnya
Pancasila ada dalam diri kita semua, rakyat Indonesia.Nilai-nilai luhur itu
berada di alam bawah sadar kita.Persoalannya, seberapa mampu kita menggali dan
membangkitannya dalam kehidupan nyata.
Di dalam pemberitaan Harian
Republika, yaitu
tentang Kontestasi Abang dan None (Abnon) Jakarta Barat yang ternyata banyak
yang gugur di babak awal karena tidak hapal Pancasila.
Berdasarkan
laporan Harian Republika ternyata dari sebanyak 203 peserta, 50 persen
lebih gagal untuk memasuki babak berikutnya disebabkan mereka tidak hapal
Pancasila. Di dalam pemilihan Abnon Jakarta Barat dan juga di wilayah Jakarta
lainnya, memang dipersyaratkan untuk hapal Pancasila dan menyanyikan lagu
Indonesia Raya.
Realitas
empiris ini tentu sangat memprihatinkan sebab seharusnya para generasi muda
kita adalah sosok manusia Indonesia yang ke depan akan menjadi pembela dan
pelestari pancasila sebagai dasar dan filsafat bangsa Indonesia.
Hal
ini tentu membuat kegalauan orang tua, sebab bagi masyarakat Indonesia,
terutama generasi tua, maka hafal pancasila adalah bagian dari cara kita untuk
menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Sementara itu, anak-anak muda yang
sesungguhnya sudah memperoleh pendidikan yang terkait dengan Pancasila ternyata
justru tidak hafap Pancasila. Barangkali mereka lebih hafal berita-berita
gossip dan lagu-lagu yang ditayangkan di televise dari pada dasar Negara.
Memang harus diakui bahwa kesadaran untuk mengembalikan
Pancasila sebagai wahana perbincangan baru terjadi di akhir tahun
2010.Sebelumnya, selama hamper 10 tahun gairah untuk membicarakan pancasila
nyaris tidak ada. Jika ada orang yang membicarakan
Pancasila, maka dianggap akan mengembalikan Orde Baru. Memang sungguh sial nasib
Pancasila pasca reformasi.Sebagai akibat kelalaian Orde Baru di dalam melakukan
tindakan KKN dan sebagainya, maka Pancasila pun ikut dimusuhi.
Barulah
ketika banyak masalah tentang kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya
dengan banyaknya ideology lain yang ditawarkan dan memperoleh penganut setia,
maka orang kembali melirik Pancasila sebagai ideology bangsa. Makanya
sekarang ini sedang terjadi adanya keinginan besar untuk menjadi Pancsila
sebagai living ideology.
Kita
tidak perlu takut untuk dituduh akan mengembalikan Orde baru tentang pentingnya
pelestarian pancasila dan pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara
berbasis nilai-nilai Pancasila. Akan tetapi yang jauh lebih penting
adalah bagaimana nilai Pancasila yang tidak bertentangan dengan agama tersebut
dapat diimplementasikan secara benar dan sungguh-sungguh, sehingga apa yang
dilakukan adalah apa yang terdapat di dalam nilai Pancasila.
Hanya
dengan cara ini, maka Pancasila akan kembali dihargai sebagai ideology Negara
dan bangsa yang memang memiliki relevansi dengan kehidupan riil di dalam
masyarakat kita.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulannya adalah bahwa saat
ini pancasila mulai terlupakan oleh generasi muda di tengah arus globalisasi. Seharusnya anak muda jaman sekarang harus lebih mengerti apa makna
pancasila. Mengapa????
Itu semua dikarnakan
sejak TK pun sudah di kenalkan apa itu pancasila, apalagi pelajaran KWN
ada sampai jenjang perguruan negri. Percuma hafal pancasila di luar kepala kalau
tidak mengerti maknanya dan masih saja melanggar aturan.
Seandainya anak muda jaman sekarang peduli, tahu arti dan
makna pancasila sebagai dasar negara indonesia pasti indonesia akan menjadi
negara yang tertib damai sejahtera aman sentosa, tidak akan ada tindakan
kriminal ataupun melanggar aturan lalu lintas, tawuran dan demo anarkis. Kapan
lagi anak muda jaman sekarang berubah menjadi yang lebih baik kalau tidak
sekarang dan di mulai dari diri kita sendiri..
0 komentar:
Posting Komentar