Sabtu, 01 Maret 2014

Perkembangan Lembaga Perwakilan Indonesia

Diposting oleh Icha Annisa Camila di 21.26


Lembaga Perwakilan di Indonesia



  1. Perkembangan Badan Legislatif yang pernah ada dan berlaku di Indonesia; Volksraad berlaku 1918-1942; Komite Nasional Indonesia berlaku: 1945-1949, DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat berlaku 19491950; DPR Sementara berlaku: 1950-1956; DPR hasil pemilihan umum 1955 berlaku 1956-1959, DPR peralihan berlaku 1959-1960; DPR Gotong-Royong Demokrasi Terpimpin berlaku 1960-1966; DPR Gotong-Royong Demokrasi Pancasila berlaku 1966-1971 dan DPR (hasil pemilu 1971).

  1. Real Parliamentary Control dapat dilakukan melalui 3 cara: Control of Executive, Control of Expendditure, dan Control of Taxation by Parliament. Selain itu DPR dalam susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dart UU No. 2/1985 yang telah disempurnakan dalam UU No. 4/1999 pada Pasal 33 ayat (3) DPR untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang dimaksud ayat (2), DPR mempunyai hak:meminta keterangan kepada Presiden,

  1. Selanjutnya Lembaga Perwakilan lebih lanjut diatur dalam UUD 1945 diatur dalam pasal-pasal tersendiri, namun fungsi, peran, dan kedudukan DPR melalui UUD 1945 telah dilakukan beberapa perubahan dan penyempurnaan meliputi empat tahap (amandemen). Secara umum perubahan dan penyempurnaan tersebut lebih mengedepankan peranan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat.
  2.  

Perkembangan DPR sejak Indonesia merdeka

DPR-RI atau DPR ad
alah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat.
DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.

Masa awal kemerdekaan (1945-1949)
Pada awal kemerdekaan, lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945 belum dibentuk. Dengan demikian, Sesuai dengan pasal 4 aturan peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Pusat (KNIP). Komite ini merupakan cikal bakal badan legislatif di Indonesia.
Anggota KNIP tersebut berjumlah 60 orang tetapi sumber yang lain menyatakan terdapat 103 anggota KNIP. KNIP sebagai MPR sempat bersidang sebanyak 6 kali, dalam melakukan kerja DPR dibentuk Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, Badan Pekerja tersebut berhasil menyetujui 133 RUU disamping pengajuan mosi, resolusi, usul dan lain-lain.

Masa Republik Indonesia Serikat (1949-1950)
DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat (1949-1950)
Sebagai konsekuensi diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), diadakan perubahan bentuk negara kesatuan RI menjadi negara serikat.Perubahan ini dituangkan dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS).Berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer, badan legislatif RIS dibagi menjadi dua kamar, yaitu Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
DPR-RIS
Jumlah anggota DPR terdiri dari 146 orang yang mewakili negara/daerah bagian dengan perincian sebagai berikut:
  • Republik Indonesia: 49 orang
  • Indonesia Timur: 17 orang
  • Jawa Timur: 15 orang
  • Madura: 5 orang
  • Pasundan: 21 orang
  • Sumatera Utara: 4 orang
  • Sumatera Selatan: 4 orang
  • Jawa Tengah: 12 orang
  • Bangka: 2 orang
  • Belitung: 2 orang
  • Riau: 2 orang
  • Kalimantan Barat: 4 orang
  • Dayak Besar: 2 orang
  • Banjar: 3 orang
  • Kalimantan Tenggara: 2 orang
  • Kalimantan Timur: 2 orang

DPR-RIS dan Senat bersama-sama dengan pemerintah melaksanakan pembuatan perundang-undangan.DPR-RIS juga berwenang mengontrol pemerintah, dengan catatan presiden tidak dapat diganggu gugat, tetapi para menteri bertanggung jawab kepada DPR atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri.
Di samping itu, DPR-RIS juga memiliki hak menanya dan menyelidik.Dalam masa kerjanya selama enam bulan, DPR-RIS berhasil mengesahkan tujuh undang-undang.
Senat-RIS
Keanggotaan Senat RIS berjumlah 32 orang, yaitu masing-masing dua anggota dari tiap negara/negara bagian. Secara keseluruhan, cara kerja Senat RIS diatur dalam Tata Tertib Senat RIS.

Masa Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (1950-1956)
Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS menyetujui Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUDS NKRI, UU No. 7/1850, LN No. 56/1950). UUDS ini merupakan adopsi dari UUD RIS yang mengalami sedikit perubahan, terutama yang berkaitan dengan perubahan bentuk negara dari negara serikat ke negara kesatuan. Pada tanggal yang sama, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di mana dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan:
  1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi;
  2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.
Keanggotaan DPRS

Sesuai isi Pasal 77 UUDS, ditetapkan jumlah anggota DPRS adalah 236 orang, yaitu 148 anggota dari DPR-RIS, 29 anggota dari Senat RIS, 46 anggota dari Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, dan 13 anggota dari Dewan Pertimbangan Agung.


Hubungan DPRS dengan pemerintah
Sama halnya dengan UUD RIS, UUDS juga menganut sistem pemerintahan parlementer.DPRS dapat memaksa kabinet atau masing-masing menteri meletakkan jabatannya.Namun berbeda dengan ketentuan dalam UUD RIS, UUDS memasukkan pula ketentuan bahwa presiden dapat membubarkan DPRS, kalau DPRS dianggapnya tidak mewakili kehendak rakyat lagi.
Hasil-hasil pekerjaan DPRS
    • menyelesaikan 167 uu dari 237 buah RUU
    • 11 kali pembicaraan tentang keterangan pemerintah
    • 82 buah mosi/resolusi.
    • 24 usul interpelasi.
    • 2 hak budget.

Masa DPR hasil pemilu 20 Maret 1956 (1956-1959)
DPR ini adalah hasil pemilu 1956 yang jumlah anggota yang dipilih sebanyak 272 orang. Pemilu 1956 juga memilih 542 orang anggota konstituante, yang bertugas menyusun konstitusi Indonesia yang definitif, menggantikan UUDS.
Tugas dan wewenang DPR hasil pemilu 1955 sama dengan posisi DPRS secara keseluruhan, karena landasan hukum yang berlaku adalah UUDS. Banyaknya jumlah fraksi di DPR serta tidak adanya satu dua partai yang kuat, telah memberi bayangan bahwa pemerintah merupakan hasil koalisi. Dalam masa ini terdapat 3 kabinet yaitu kabinet Burhanuddin Harahap, kabinet Ali Sastroamidjojo, dan kabinet Djuanda.

Masa DPR Hasil Dekrit Presiden 1959 berdasarkan UUD 1945 (1959-1965)
Pada tahun 1959, Presiden Soekarno membubarkan Konstituante dan menyatakan bahwa Indonesia kembali kepada UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 2959.Jumlah anggota sebanyak 262 orang kembali aktif setelah mengangkat sumpah. Dalam DPR terdapat 19 fraksi, didominasi PNI, Masjumi, NU, dan PKI.
Dengan Penpres No. 3 tahun 1960, Presiden membubarkan DPR karena DPR hanya menyetujui 36 milyar rupiah APBN dari 44 milyar yang diajukan. Sehubungan dengan hal tersebut, presiden mengeluarkan Penpres No. 4 tahun 1960 yang mengatur Susunan DPR-GR.
DPR-GR beranggotakan 283 orang yang semuanya diangkat oleh Presiden dengan Keppres No. 156 tahun 1960. Adapun salah satu kewajiban pimpinan DPR-GR adalah memberikan laporan kepada Presiden pada waktu-waktu tertentu, yang mana menyimpang dari pasal 5, 20, 21 UUD 1945. Selama 1960-1965, DPR-GR menghasilkan 117 UU dan 26 usul pernyataan pendapat.
Masa DPR Gotong Royong tanpa Partai Komunis Indonesia (1965-1966)
Setelah peristiwa G.30.S/PKI, DPR-GR membekukan sementara 62 orang anggota DPR-GR eks PKI dan ormas-ormasnya. DPR-GR tanpa PKI dalam masa kerjanya 1 tahun, telah mengalami 4 kali perubahan komposisi pimpinan, yaitu:
a. Periode 15 November 1965-26 Februari 1966.
b. Periode 26 Februari 1966-2 Mei 1966.
c. Periode 2 Mei 1966-16 Mei 1966.
d. Periode 17 Mei 1966-19 November 1966.
Secara hukum, kedudukan pimpinan DPR-GR masih berstatus sebagai pembantu Presiden sepanjang Peraturan Presiden No. 32 tahun 1964 belum dicabut.

Masa Orde Baru (1966-1999)
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian dikukuhkan dalam UU No. 10/1966, maka DPR-GR Masa Orde Baru memulai kerjanya dengan menyesuaikan diri dari Orde Lama ke Orde Baru. Kedudukan, tugas dan wewenang DPR-GR 1966-1971 yang bertanggung jawab dan berwewenang untuk menjalankan tugas-tugas penting negara
DPR-GR Masa Orde Baru 1966-1971
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian dikukuhkan dalam UU No. 10/1966, DPR-GR masa “Orde Baru” memulai kerjanya dengan menyesuaikan diri dari “Orde Lama” ke “Orde Baru.”
Kedudukan, tugas dan wewenang DPR-GR 1966-1971 adalah sebagai berikut:
  1.  Bersama-sama dengan pemerintah menetapkan APBN sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya.
  2. Bersama-sama dengan pemerintah membentuk UU sesuai dengan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya.
  3. Melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah sesuai dengan UUD 1945 dan penjelasannya, khususnya penjelasan bab 7.

DPR Hasil Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997
Setelah mengalami pengunduran sebanyak dua kali, pemerintahan “Orde Baru” akhirnya berhasil menyelenggarakan Pemilu yang pertama dalam masa pemerintahannya pada tahun 1971.Seharusnya berdasarkan Ketetapan MPRS No.XI Tahun 1966 Pemilu diselenggarakan pada tahun 1968. Ketetapan ini diubah pada Sidang Umum MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto, yang menggantikan Presiden Soekarno, dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan pada tahun 1971.
Menjelang Pemilu 1971, pemerintah bersama DPR-GR menyelesaikan UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan (sistem proporsional). Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Sistem yang sama masih terus digunakan dalam enam kali Pemilu, yaitu Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Sejak Pemilu 1977, pemerintahan “Orde Baru” mulai menunjukkan penyelewengan demokrasi secara jelas.Jumlah peserta Pemilu dibatasi menjadi dua partai dari satu golongan karya (Golkar).Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).Partai-partai yang ada dipaksa melakukan penggabungan (fusi) ke dalam dua partai tersebut.Sementara mesin-mesin politik “Orde Baru” tergabung dalam Golkar.Hal ini diakomodasi dalam UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya. Keadaan ini berlangsung terus dalam lima kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu tersebut, Golkar selalu keluar sebagai pemegang suara terbanyak.
Dalam masa ini, DPR berada di bawah kontrol eksekutif. Kekuasaan presiden yang terlalu besar dianggap telah mematikan proses demokratisasi dalam bernegara. DPR sebagai lembaga legislatif yang diharapkan mampu menjalankan fungsi penyeimbang (checks and balances) dalam prakteknya hanya sebagai pelengkap dan penghias struktur ketatanegaraan yang ditujukan hanya untuk memperkuat posisi presiden yang saat itu dipegang oleh Soeharto.

Masa reformasi (1999-sekarang)
DPR berperan sebagai lembaga legislatif yang berfungsi untuk membuat undang-undang dan mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang yang dilakukan oleh pemerintah sebagai lembaga eksekutif.
DPR Hasil Pemilu 1999 (1999-2004)
DPR periode 1999-2004 merupakan DPR pertama yang terpilih dalam masa “reformasi”. Setelah jatuhnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 yang kemudian digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, masyarakat terus mendesak agar Pemilu segera dilaksanakan. Desakan untuk mempercepat Pemilu tersebut membuahkan hasil.
Pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie, Pemilu untuk memilih anggota legislatif kemudian dilaksanakan. Pemilu ini dilaksanakan dengan terlebih dulu mengubah UU tentang Partai Politik (Parpol), UU Pemilihan Umum, dan UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (UU Susduk), dengan tujuan mengganti sistem Pemilu ke arah yang lebih demokratis. Hasilnya, terpilih anggota DPR baru.
Meski UU Pemilu, Parpol, dan Susduk sudah diganti, sistem dan susunan pemerintahan yang digunakan masih sama sesuai dengan UUD yang berlaku yaitu UUD 1945. MPR kemudian memilih  Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden. Ada banyak kontroversi dan sejarah baru yang mengiringi kerja DPR hasil Pemilu 1999 ini.
Pertama, untuk pertama kalinya proses pemberhentian kepala negara dilakukan oleh DPR. Dengan dasar dugaan kasus korupsi di Badan Urusan Logistik (oleh media massa populer sebagai “Buloggate”), presiden yang menjabat ketika itu, Abdurrahman Wahid, diberhentikan oleh MPR atas permintaan DPR. Dasarnya adalah Ketatapan MPR No.III Tahun 1978.Abdurrahman Wahid kemudian digantikan oleh wakil presiden yang menjabat saat itu, Megawati Soekarnoputri.
Kedua, DPR hasil Pemilu 1999, sebagai bagian dari MPR, telah berhasil melakukan amandemen terhadap UUD 1945 sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1999, (pertama), 2000 (kedua), 2001 (ketiga), dan 2002 (keempat). Meskipun hasil dari amandemen tersebut masih dirasa belum ideal, namun ada beberapa perubahan penting yang terjadi. Dalam soal lembaga-lembaga negara, perubahan-perubahan penting tersebut di antaranya: lahirnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD), lahirnya sistem pemilihan presiden langsung, dan lahirnya Mahkamah Konstitusi.
Ketiga, dari sisi jumlah UU yang dihasilkan, DPR periode 1999-2004 paling produktif sepanjang sejarah DPR di Indonesia dengan mengesahkan 175 RUU menjadi UU.Meski perlu dicatat pula bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan PSHK tingginya kualitas ternyata tidak sebanding dengan kualitas (Susanti, dkk, 2004).
DPR Hasil Pemilu 2004 (2004-2009)
Amandemen terhadap UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 1999-2002 membawa banyak implikasi ketatanegaraan yang kemudian diterapkan pada Pemilu tahun 2004.Beberapa perubahan tersebut yaitu perubahan sistem pemilihan lembaga legislatif (DPR dan DPD) dan adanya presiden yang dilakukan secara langsung oleh rakyat.

Dalam Pemilu tahun 2004 ini, mulai dikenal secara resmi lembaga perwakilan rakyat baru yang bernama Dewan Perwakilan Daerah (DPD).DPR merupakan representasi dari jumlah penduduk sedangkan DPD merupakan representasi dari wilayah. Implikasi lanjutannya adalah terjadi perubahan dalam proses legislasi di negara ini.

Idealnya, DPR dan DPD mampu bekerja bersama-sama dalam merumuskan sebuah UU.Hanya saja karena cacatnya amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945, relasi yang muncul menjadi timpang.DPR memegang kekuasaan legislatif yang lebih besar dan DPD hanya sebagai badan yang memberi pertimbangan kepada DPR dalam soal-soal tertentu.
Informasi lebih lengkap mengenai keanggotaan, alat kelengkapan, dan lain-lain khusus untuk DPR periode ini, dapat ditemukan dalam artikel lainnya dalam parlemen.net yang mengenai DPR.


Kesimpulan
Pada masa Orde Lama DPR-RIS dan Senat bersama-sama dengan pemerintah melaksanakan pembuatan perundang-undangan.Selain itu, dalam pasal 113-116 UUDS ditetapkan bahwa DPR mempunyai hak menetapkan anggaran negara.Selanjutnya dalam Pasal 83 ayat (2) UUDS ditetapkan bahwa para menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri.Ini berarti DPR berhak dan berkewajiban senantiasa mengawasi segala perbuatan pemerintah.
Selanjutnya pada masa Orde Baru kedudukan, tugas dan wewenang DPR-GR 1966-1971 adalah bersama-sama dengan pemerintah menetapkan APBN sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya, bersama-sama dengan pemerintah membentuk UU sesuai dengan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya, dan melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah sesuai dengan UUD 1945 dan penjelasannya, khususnya penjelasan bab 7.
Selanjutnya pada masa Reformasi mengingat Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli lebih menekankan pada luasnya kekuasaan eksekutif.Dimana luasnya kekuasaan tersebut berpotensi untuk disalahgunakan.Maka dari pada itu diadakanlah amandemen terhadap UUD1945 naskah asli.Hasil amandeman tersebut berimplikasi pada perubahan kedudukan dan wewenang lembaga-lembaga negara.Kewenangan yang dahulunya memusat di lembaga eksekutif sekarang didistribusikan merata baik di legislatif maupun yudikatif.Dalam UUD 1945 hasil amandeman tersebut fungsi, wewenang dan kedudukan DPR tertuang dalam BaB III Pasal 19 sampai Pasal 22B dimana salah satu fungsi DPR diatur dalam Pasal 20A UUD 1945 pasal 1 yang menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan”.
Selain itu, lembaga ini memiliki berbagai hak yaitu hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.Kesemua hak dan kewenangan yang diberikan konstitusi ini diharapkan mampu menciptakan sistem kontrol dan pengawasan (chek and balances) kepada lembaga negara lainnya dalam menjalankan tata kelola ketatanegaraan.
DPR sekarang untuk periode 1 Oktober 2009 - 1 Oktober 2014 adalah sebuah lembaga yang keanggotaanya adalah para wakil rakyat yang terpilih dari Pemilu 2009.Untuk itu besar harapan rakyat kepada lembaga ini untuk mampu melakukan segala tugas dan fungsinya demi terwujudnya cita-cita berbangsa dan bernegara.

0 komentar:

Posting Komentar

Sabtu, 01 Maret 2014

Perkembangan Lembaga Perwakilan Indonesia



Lembaga Perwakilan di Indonesia



  1. Perkembangan Badan Legislatif yang pernah ada dan berlaku di Indonesia; Volksraad berlaku 1918-1942; Komite Nasional Indonesia berlaku: 1945-1949, DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat berlaku 19491950; DPR Sementara berlaku: 1950-1956; DPR hasil pemilihan umum 1955 berlaku 1956-1959, DPR peralihan berlaku 1959-1960; DPR Gotong-Royong Demokrasi Terpimpin berlaku 1960-1966; DPR Gotong-Royong Demokrasi Pancasila berlaku 1966-1971 dan DPR (hasil pemilu 1971).

  1. Real Parliamentary Control dapat dilakukan melalui 3 cara: Control of Executive, Control of Expendditure, dan Control of Taxation by Parliament. Selain itu DPR dalam susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dart UU No. 2/1985 yang telah disempurnakan dalam UU No. 4/1999 pada Pasal 33 ayat (3) DPR untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang dimaksud ayat (2), DPR mempunyai hak:meminta keterangan kepada Presiden,

  1. Selanjutnya Lembaga Perwakilan lebih lanjut diatur dalam UUD 1945 diatur dalam pasal-pasal tersendiri, namun fungsi, peran, dan kedudukan DPR melalui UUD 1945 telah dilakukan beberapa perubahan dan penyempurnaan meliputi empat tahap (amandemen). Secara umum perubahan dan penyempurnaan tersebut lebih mengedepankan peranan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat.
  2.  

Perkembangan DPR sejak Indonesia merdeka

DPR-RI atau DPR ad
alah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat.
DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.

Masa awal kemerdekaan (1945-1949)
Pada awal kemerdekaan, lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945 belum dibentuk. Dengan demikian, Sesuai dengan pasal 4 aturan peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Pusat (KNIP). Komite ini merupakan cikal bakal badan legislatif di Indonesia.
Anggota KNIP tersebut berjumlah 60 orang tetapi sumber yang lain menyatakan terdapat 103 anggota KNIP. KNIP sebagai MPR sempat bersidang sebanyak 6 kali, dalam melakukan kerja DPR dibentuk Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, Badan Pekerja tersebut berhasil menyetujui 133 RUU disamping pengajuan mosi, resolusi, usul dan lain-lain.

Masa Republik Indonesia Serikat (1949-1950)
DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat (1949-1950)
Sebagai konsekuensi diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), diadakan perubahan bentuk negara kesatuan RI menjadi negara serikat.Perubahan ini dituangkan dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS).Berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer, badan legislatif RIS dibagi menjadi dua kamar, yaitu Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
DPR-RIS
Jumlah anggota DPR terdiri dari 146 orang yang mewakili negara/daerah bagian dengan perincian sebagai berikut:
  • Republik Indonesia: 49 orang
  • Indonesia Timur: 17 orang
  • Jawa Timur: 15 orang
  • Madura: 5 orang
  • Pasundan: 21 orang
  • Sumatera Utara: 4 orang
  • Sumatera Selatan: 4 orang
  • Jawa Tengah: 12 orang
  • Bangka: 2 orang
  • Belitung: 2 orang
  • Riau: 2 orang
  • Kalimantan Barat: 4 orang
  • Dayak Besar: 2 orang
  • Banjar: 3 orang
  • Kalimantan Tenggara: 2 orang
  • Kalimantan Timur: 2 orang

DPR-RIS dan Senat bersama-sama dengan pemerintah melaksanakan pembuatan perundang-undangan.DPR-RIS juga berwenang mengontrol pemerintah, dengan catatan presiden tidak dapat diganggu gugat, tetapi para menteri bertanggung jawab kepada DPR atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri.
Di samping itu, DPR-RIS juga memiliki hak menanya dan menyelidik.Dalam masa kerjanya selama enam bulan, DPR-RIS berhasil mengesahkan tujuh undang-undang.
Senat-RIS
Keanggotaan Senat RIS berjumlah 32 orang, yaitu masing-masing dua anggota dari tiap negara/negara bagian. Secara keseluruhan, cara kerja Senat RIS diatur dalam Tata Tertib Senat RIS.

Masa Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (1950-1956)
Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS menyetujui Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUDS NKRI, UU No. 7/1850, LN No. 56/1950). UUDS ini merupakan adopsi dari UUD RIS yang mengalami sedikit perubahan, terutama yang berkaitan dengan perubahan bentuk negara dari negara serikat ke negara kesatuan. Pada tanggal yang sama, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di mana dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan:
  1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi;
  2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.
Keanggotaan DPRS

Sesuai isi Pasal 77 UUDS, ditetapkan jumlah anggota DPRS adalah 236 orang, yaitu 148 anggota dari DPR-RIS, 29 anggota dari Senat RIS, 46 anggota dari Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, dan 13 anggota dari Dewan Pertimbangan Agung.


Hubungan DPRS dengan pemerintah
Sama halnya dengan UUD RIS, UUDS juga menganut sistem pemerintahan parlementer.DPRS dapat memaksa kabinet atau masing-masing menteri meletakkan jabatannya.Namun berbeda dengan ketentuan dalam UUD RIS, UUDS memasukkan pula ketentuan bahwa presiden dapat membubarkan DPRS, kalau DPRS dianggapnya tidak mewakili kehendak rakyat lagi.
Hasil-hasil pekerjaan DPRS
    • menyelesaikan 167 uu dari 237 buah RUU
    • 11 kali pembicaraan tentang keterangan pemerintah
    • 82 buah mosi/resolusi.
    • 24 usul interpelasi.
    • 2 hak budget.

Masa DPR hasil pemilu 20 Maret 1956 (1956-1959)
DPR ini adalah hasil pemilu 1956 yang jumlah anggota yang dipilih sebanyak 272 orang. Pemilu 1956 juga memilih 542 orang anggota konstituante, yang bertugas menyusun konstitusi Indonesia yang definitif, menggantikan UUDS.
Tugas dan wewenang DPR hasil pemilu 1955 sama dengan posisi DPRS secara keseluruhan, karena landasan hukum yang berlaku adalah UUDS. Banyaknya jumlah fraksi di DPR serta tidak adanya satu dua partai yang kuat, telah memberi bayangan bahwa pemerintah merupakan hasil koalisi. Dalam masa ini terdapat 3 kabinet yaitu kabinet Burhanuddin Harahap, kabinet Ali Sastroamidjojo, dan kabinet Djuanda.

Masa DPR Hasil Dekrit Presiden 1959 berdasarkan UUD 1945 (1959-1965)
Pada tahun 1959, Presiden Soekarno membubarkan Konstituante dan menyatakan bahwa Indonesia kembali kepada UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 2959.Jumlah anggota sebanyak 262 orang kembali aktif setelah mengangkat sumpah. Dalam DPR terdapat 19 fraksi, didominasi PNI, Masjumi, NU, dan PKI.
Dengan Penpres No. 3 tahun 1960, Presiden membubarkan DPR karena DPR hanya menyetujui 36 milyar rupiah APBN dari 44 milyar yang diajukan. Sehubungan dengan hal tersebut, presiden mengeluarkan Penpres No. 4 tahun 1960 yang mengatur Susunan DPR-GR.
DPR-GR beranggotakan 283 orang yang semuanya diangkat oleh Presiden dengan Keppres No. 156 tahun 1960. Adapun salah satu kewajiban pimpinan DPR-GR adalah memberikan laporan kepada Presiden pada waktu-waktu tertentu, yang mana menyimpang dari pasal 5, 20, 21 UUD 1945. Selama 1960-1965, DPR-GR menghasilkan 117 UU dan 26 usul pernyataan pendapat.
Masa DPR Gotong Royong tanpa Partai Komunis Indonesia (1965-1966)
Setelah peristiwa G.30.S/PKI, DPR-GR membekukan sementara 62 orang anggota DPR-GR eks PKI dan ormas-ormasnya. DPR-GR tanpa PKI dalam masa kerjanya 1 tahun, telah mengalami 4 kali perubahan komposisi pimpinan, yaitu:
a. Periode 15 November 1965-26 Februari 1966.
b. Periode 26 Februari 1966-2 Mei 1966.
c. Periode 2 Mei 1966-16 Mei 1966.
d. Periode 17 Mei 1966-19 November 1966.
Secara hukum, kedudukan pimpinan DPR-GR masih berstatus sebagai pembantu Presiden sepanjang Peraturan Presiden No. 32 tahun 1964 belum dicabut.

Masa Orde Baru (1966-1999)
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian dikukuhkan dalam UU No. 10/1966, maka DPR-GR Masa Orde Baru memulai kerjanya dengan menyesuaikan diri dari Orde Lama ke Orde Baru. Kedudukan, tugas dan wewenang DPR-GR 1966-1971 yang bertanggung jawab dan berwewenang untuk menjalankan tugas-tugas penting negara
DPR-GR Masa Orde Baru 1966-1971
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian dikukuhkan dalam UU No. 10/1966, DPR-GR masa “Orde Baru” memulai kerjanya dengan menyesuaikan diri dari “Orde Lama” ke “Orde Baru.”
Kedudukan, tugas dan wewenang DPR-GR 1966-1971 adalah sebagai berikut:
  1.  Bersama-sama dengan pemerintah menetapkan APBN sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya.
  2. Bersama-sama dengan pemerintah membentuk UU sesuai dengan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya.
  3. Melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah sesuai dengan UUD 1945 dan penjelasannya, khususnya penjelasan bab 7.

DPR Hasil Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997
Setelah mengalami pengunduran sebanyak dua kali, pemerintahan “Orde Baru” akhirnya berhasil menyelenggarakan Pemilu yang pertama dalam masa pemerintahannya pada tahun 1971.Seharusnya berdasarkan Ketetapan MPRS No.XI Tahun 1966 Pemilu diselenggarakan pada tahun 1968. Ketetapan ini diubah pada Sidang Umum MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto, yang menggantikan Presiden Soekarno, dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan pada tahun 1971.
Menjelang Pemilu 1971, pemerintah bersama DPR-GR menyelesaikan UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan (sistem proporsional). Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Sistem yang sama masih terus digunakan dalam enam kali Pemilu, yaitu Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Sejak Pemilu 1977, pemerintahan “Orde Baru” mulai menunjukkan penyelewengan demokrasi secara jelas.Jumlah peserta Pemilu dibatasi menjadi dua partai dari satu golongan karya (Golkar).Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).Partai-partai yang ada dipaksa melakukan penggabungan (fusi) ke dalam dua partai tersebut.Sementara mesin-mesin politik “Orde Baru” tergabung dalam Golkar.Hal ini diakomodasi dalam UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya. Keadaan ini berlangsung terus dalam lima kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu tersebut, Golkar selalu keluar sebagai pemegang suara terbanyak.
Dalam masa ini, DPR berada di bawah kontrol eksekutif. Kekuasaan presiden yang terlalu besar dianggap telah mematikan proses demokratisasi dalam bernegara. DPR sebagai lembaga legislatif yang diharapkan mampu menjalankan fungsi penyeimbang (checks and balances) dalam prakteknya hanya sebagai pelengkap dan penghias struktur ketatanegaraan yang ditujukan hanya untuk memperkuat posisi presiden yang saat itu dipegang oleh Soeharto.

Masa reformasi (1999-sekarang)
DPR berperan sebagai lembaga legislatif yang berfungsi untuk membuat undang-undang dan mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang yang dilakukan oleh pemerintah sebagai lembaga eksekutif.
DPR Hasil Pemilu 1999 (1999-2004)
DPR periode 1999-2004 merupakan DPR pertama yang terpilih dalam masa “reformasi”. Setelah jatuhnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 yang kemudian digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, masyarakat terus mendesak agar Pemilu segera dilaksanakan. Desakan untuk mempercepat Pemilu tersebut membuahkan hasil.
Pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie, Pemilu untuk memilih anggota legislatif kemudian dilaksanakan. Pemilu ini dilaksanakan dengan terlebih dulu mengubah UU tentang Partai Politik (Parpol), UU Pemilihan Umum, dan UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (UU Susduk), dengan tujuan mengganti sistem Pemilu ke arah yang lebih demokratis. Hasilnya, terpilih anggota DPR baru.
Meski UU Pemilu, Parpol, dan Susduk sudah diganti, sistem dan susunan pemerintahan yang digunakan masih sama sesuai dengan UUD yang berlaku yaitu UUD 1945. MPR kemudian memilih  Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden. Ada banyak kontroversi dan sejarah baru yang mengiringi kerja DPR hasil Pemilu 1999 ini.
Pertama, untuk pertama kalinya proses pemberhentian kepala negara dilakukan oleh DPR. Dengan dasar dugaan kasus korupsi di Badan Urusan Logistik (oleh media massa populer sebagai “Buloggate”), presiden yang menjabat ketika itu, Abdurrahman Wahid, diberhentikan oleh MPR atas permintaan DPR. Dasarnya adalah Ketatapan MPR No.III Tahun 1978.Abdurrahman Wahid kemudian digantikan oleh wakil presiden yang menjabat saat itu, Megawati Soekarnoputri.
Kedua, DPR hasil Pemilu 1999, sebagai bagian dari MPR, telah berhasil melakukan amandemen terhadap UUD 1945 sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1999, (pertama), 2000 (kedua), 2001 (ketiga), dan 2002 (keempat). Meskipun hasil dari amandemen tersebut masih dirasa belum ideal, namun ada beberapa perubahan penting yang terjadi. Dalam soal lembaga-lembaga negara, perubahan-perubahan penting tersebut di antaranya: lahirnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD), lahirnya sistem pemilihan presiden langsung, dan lahirnya Mahkamah Konstitusi.
Ketiga, dari sisi jumlah UU yang dihasilkan, DPR periode 1999-2004 paling produktif sepanjang sejarah DPR di Indonesia dengan mengesahkan 175 RUU menjadi UU.Meski perlu dicatat pula bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan PSHK tingginya kualitas ternyata tidak sebanding dengan kualitas (Susanti, dkk, 2004).
DPR Hasil Pemilu 2004 (2004-2009)
Amandemen terhadap UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 1999-2002 membawa banyak implikasi ketatanegaraan yang kemudian diterapkan pada Pemilu tahun 2004.Beberapa perubahan tersebut yaitu perubahan sistem pemilihan lembaga legislatif (DPR dan DPD) dan adanya presiden yang dilakukan secara langsung oleh rakyat.

Dalam Pemilu tahun 2004 ini, mulai dikenal secara resmi lembaga perwakilan rakyat baru yang bernama Dewan Perwakilan Daerah (DPD).DPR merupakan representasi dari jumlah penduduk sedangkan DPD merupakan representasi dari wilayah. Implikasi lanjutannya adalah terjadi perubahan dalam proses legislasi di negara ini.

Idealnya, DPR dan DPD mampu bekerja bersama-sama dalam merumuskan sebuah UU.Hanya saja karena cacatnya amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945, relasi yang muncul menjadi timpang.DPR memegang kekuasaan legislatif yang lebih besar dan DPD hanya sebagai badan yang memberi pertimbangan kepada DPR dalam soal-soal tertentu.
Informasi lebih lengkap mengenai keanggotaan, alat kelengkapan, dan lain-lain khusus untuk DPR periode ini, dapat ditemukan dalam artikel lainnya dalam parlemen.net yang mengenai DPR.


Kesimpulan
Pada masa Orde Lama DPR-RIS dan Senat bersama-sama dengan pemerintah melaksanakan pembuatan perundang-undangan.Selain itu, dalam pasal 113-116 UUDS ditetapkan bahwa DPR mempunyai hak menetapkan anggaran negara.Selanjutnya dalam Pasal 83 ayat (2) UUDS ditetapkan bahwa para menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri.Ini berarti DPR berhak dan berkewajiban senantiasa mengawasi segala perbuatan pemerintah.
Selanjutnya pada masa Orde Baru kedudukan, tugas dan wewenang DPR-GR 1966-1971 adalah bersama-sama dengan pemerintah menetapkan APBN sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya, bersama-sama dengan pemerintah membentuk UU sesuai dengan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 22 UUD 1945 beserta penjelasannya, dan melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah sesuai dengan UUD 1945 dan penjelasannya, khususnya penjelasan bab 7.
Selanjutnya pada masa Reformasi mengingat Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli lebih menekankan pada luasnya kekuasaan eksekutif.Dimana luasnya kekuasaan tersebut berpotensi untuk disalahgunakan.Maka dari pada itu diadakanlah amandemen terhadap UUD1945 naskah asli.Hasil amandeman tersebut berimplikasi pada perubahan kedudukan dan wewenang lembaga-lembaga negara.Kewenangan yang dahulunya memusat di lembaga eksekutif sekarang didistribusikan merata baik di legislatif maupun yudikatif.Dalam UUD 1945 hasil amandeman tersebut fungsi, wewenang dan kedudukan DPR tertuang dalam BaB III Pasal 19 sampai Pasal 22B dimana salah satu fungsi DPR diatur dalam Pasal 20A UUD 1945 pasal 1 yang menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan”.
Selain itu, lembaga ini memiliki berbagai hak yaitu hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.Kesemua hak dan kewenangan yang diberikan konstitusi ini diharapkan mampu menciptakan sistem kontrol dan pengawasan (chek and balances) kepada lembaga negara lainnya dalam menjalankan tata kelola ketatanegaraan.
DPR sekarang untuk periode 1 Oktober 2009 - 1 Oktober 2014 adalah sebuah lembaga yang keanggotaanya adalah para wakil rakyat yang terpilih dari Pemilu 2009.Untuk itu besar harapan rakyat kepada lembaga ini untuk mampu melakukan segala tugas dan fungsinya demi terwujudnya cita-cita berbangsa dan bernegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

All About Life... Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review